Wednesday 27 November 2019

Pulung Gantung ?

Standard
Pulung Gantung dalam Kacamata Agama

     Bola api itu tiba – tiba muncul di atas rumah salah seorang warga. Orang – orang mengambil kentongan lalu memukulnya berkali – kali. Suara itu disambut dengan pukulan serupa dari rumah warga yang lain. Suara kentongan yang talun-temalun itu dipercaya warga untuk mengusir bola api. 
Bola api yang muncul di atas rumah warga itu tidak hanya dikaitkan dengan gantung diri saja. Sebelum istilah pulung gantung muncul, peristiwa bola api itu dijadikan sebagai pertanda kemenangan salah seorang calon perangkat desa, seperti saat pemilihan lurah. “Malam hari sebelum pemilihan lurah, bapak melihat bola api yang jatuh di area rumah Pakdhe yang saat itu nyalon lurah,” kata Jarmini, pemuda Panggang, Gunungkidul yang sekaligus mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta. 
     “Konon, pada malam sebelum pemilihan lurah, rumah salah seorang calon lurah yang menang akan dijatuhi pulung. Pulung itu wujudnya seperti bola api,” sambungnya. Jarmini pernah menanyakan pada ayahnya tentang pulung. Menurut ayahnya, pulung itu baik. “Yang tidak baik itu pulo kalau pulung itu baik,” kata Jarmini menirukan jawaban ayahnya.
      Lalu, bagaimana agama memandang penampakan bola api tersebut ? Tak adil rasanya bila dalam persepsi agama tidak dikaitkan. “Penampakan bola api itu sebenarnya adalah perwujudan sifat jin yang dalam kategori Islam adalah Jin Ifrit” kata Ustadz Martun, dalam wawancaranya dengan Mandala Shoji. Sebuah acara stasiun televisi dengan host Mandala Shoji, saat itu sedang meliput mengenai bola api yang membakar rumah Ladino, salah seorang warga Gunungkidul. 
     Anggapan bahwa wujud dari bola api itu adalah makhluk halus, ketika istri Ladino dan kakak dari istrinya sedang mencari rumput di ladang. Kemudian, mereka melihat penampakan barang hitam dan bermata merah seperti api. Sebelum sampai di rumah dari mencari rumput, tiba-tiba kasur yang berada di rumah sudah terbakar. Ustadz Martun menambahkan bahwa peristiwa tersebut terjadi karena perwujudan jin yang sifatnya ingin eksis di siang hari dan ingin dilihat orang. “Semakin ditantang, makhluk tersebut akan semakin senang dan marah sehingga sampai terjadi peristiwa barang-barang di rumah Pak Ladino yang terbakar,” kata beliau mengungkapkan pada Mandala Shoji. 
     Apa yang dialami Ladino berbeda dengan apa yang dialami oleh Sugeng. Laki-laki yang sekarang bekerja menjadi aparatur desa ini pernah mengalami gantung diri, namun akhirnya gagal karena seutas tali yang ia simpulkan pada kayu di langit-langit rumah ternyata patah. Akan tetapi, ia melakukan gantung diri bukan karena mitos mengenai pulung gantung atau bola api merah itu. “Saya tidak mempercayai mitos Pulung Gantung dan menurut pandangan saya,  mitos itu hanya dibesar-besarkan oleh masyarakat saja,” ungkap Sugeng, seorang yang selama ini juga belum pernah melihat secara nyata bagaimana wujud pulung gantung itu. 
     Ia menganggap bahwa gantung diri di Gunungkidul berkaitan dengan masalah penyakit atau masalah yang dialami oleh seseorang. Pernyataan tersebut didukung oleh Sugeng dengan pengalaman pahitnya di masa lalu. Ia melakukan bunuh diri dengan alasan masalah pekerjaan dan kambuhnya penyakit epilepsi yang dideritanya sejak kecil. Setelah kejadian bunuh diri itu gagal, ia mendapat dukungan keluarga dan lingkungan sekitar untuk bangkit lagi. Hingga sampai hari ini, ia yang dahulu merasa kehilangan pekerjaannya, kini dapat melamar pekerjaan dan diterima bekerja menjadi aparatur desa. Sekarang, ia dapat menjalani aktivitasnya dengan penuh rasa syukur dan nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan. 
     Dari pandangan agama Islam, “Bunuh diri merupakan dosa besar yang mendekatkan pada putusnya rahmat Allah,” kata Ustadz Zacky Ahmad, yang berpandangan dalam segi agama Islam. Dalam buku yang ditulis oleh Darmaningtyas juga menjelaskan bahwa secara agamis, umumnya semua agama formal di Indonesia yaitu Islam, Nashrani, Budha, dan Hindu menolak tindakan bunuh diri, karena hal tersebut dianggap mengingkari kodrat Tuhan. Dalam istilah Jawa juga sering disebut nggege mangsa (mendahului kehendak-Nya). Berdasarkan keyakinan semacam itu, pelaku bunuh diri diyakini rohnya tidak akan sampai di hadapan Tuhan, tapi akan terus melayang – layang di angkasa sepanjang masa. 
     Bola api misterius atau biasa dinamakan pulung gantung itu, seakan menjadi topik utama perbincangan masyarakat di Gunungkidul, setiap ada seorang warga yang bunuh diri dengan menggantung. “Ambil saja hikmahnya dari setiap kejadian, yang terpenting kita harus senantiasa berdoa dan tak lupa untuk selalu bersembahyang”, kata Ustadz Martun menanggapi.*One

0 comments:

Post a Comment