Sosok
Rumanti dalam Perempuan Jogja
Perempuan Jogja ditulis oleh Achmad Munif, seorang
penulis yang berasal dari Jawa Timur. Dalam cerpen tersebut terdapat satu tokoh
yang digambarkan mirip dengan Achmad Munif. Tokoh tersebut adalah Ramadan.
Mahasiswa Fakultas Filsafat UGM itu berasal dari Jawa Timur. Selain beraktivitas
di kampus, kesibukan lain yang dilakukan Ramadan adalah menjadi seorang
wartawan pada sebuah media masa di Yogyakarta. Hal tersebut sama halnya dengan
Achmad Munif yang pernah menjadi seorang wartawan di Yogyakarta.
Novel Perempuan
Jogja yang ditulis Achmad Munif berlatar kehidupan sosial budaya di
Yogyakarta. Keluarga RM Sudarsono yang masih merupakan kerabat dekat keraton
terdiri dari RM Sudarsono, RA Niken, RM Danudirjo, dan RA Indri. Dalam novel
tersebut, penggambaran karakter perempuan Jogja sangat mendominasi. Tokoh yang
menjadi sorotan utama pembaca adalah tokoh Rumanti. Seorang perempuan Jogja
yang sederhana dan penurut itu harus merelakan dirinya dimadu oleh RM
Danudirja. Ia rela dimadu dan tidak memberontak walaupun sebenarnya hatinya
sangat sakit. Ketidakmmapuannya untuk memberontak pada Danu juga mengingat
bahwa dia hanyalah seorang perempuan dari keluarga yang miskin. Latar belakang
tersebut menjadi faktor mengapa Rumanti tidak berani untuk menolak apabila Danu
menikah lagi. Pernikahan yang terjadi dengan RM Danudirja tidak dilandasi
dengan rasa cinta Danu kepada Rumanti. Danu menikah dengan Rumanti karena saat
itu Danu sedang frustasi. Mantan pacar Danu yang amat dicintainya, yaitu Norma,
pergi meninggalkan Danu dan menikah dengan orang lain. Akhirnya, RM Sudarsono
dan RA Niken, orang tua Danu, menikahkan Danu dengan Rumanti. RM Sudarsono dan
RA Niken memang merupakan kerabat keraton, dalam hal ini berarti mereka adalah
seorang priyayi. Akan tetapi, keduanya tidak memandang Rumanti sebagai
perempuan miskin yang tak layak menikah dengan anaknya yang seorang priyayi.
Menurut mereka, miskin dan kaya tidak menjadi masalah. Harapan mereka, sosok
Rumanti yang pengertian dan penyabar dapat menyembuhkan Danu pada masa-masa
frustasi.
Rumanti merupakan tokoh yang paling disoroti untuk
dijadikan sebagai bahan kritik sastra feminis. Walaupun Rumanti dikhianati oleh
suami sendiri ia tetap bertahan dengan sifatnya yang penyabar, ikhlas, adem
ayem. Ia juga tidak memberontak atau melawan ketika Danu memutuskan untuk
menikah lagi. Hal tersebut dikutip pada bagian saat Indri, adik Danu sedang
berbincang-bincang dengan Rumanti untuk mengutarakan ketidaksetujuan Indri
apabila Danu menikah lagi. Pernyataan tersebut dijawab oleh Rumanti, “Bagi saya hidup ini adil kok, Dik. Adil,
karena Mbak selalu teringat dari mana asal Mbak. Mas Danu telah mengangkat
derajat, Mbak, memberikan kesenangan hidup, memberikan dua anak yang baik.
Kalau toh, kemudian Mas-mu menikah lagi dengan Norma bagi saya hidup masih
tetap adil.”
Akan tetapi, perempuan mana yang tidak sakit apabila
suaminya menikah lagi. Rumanti juga sempat mengeluh hal tersebut kepada kedua
orang tua Rumanti. Namun, orang tua Rumanti tetap menyarankan Rumanti untuk
menjadi seorang istri yang setia.
“Rasanya sakit
sekali, Pak.”
“Memang sakit.
Bapak bias ikut merasakannya. Tapi kamu jangan minta cerai, Nduk.”
Bu Prawiro dating
dengan membawa baki berisi tiga gelas teh. Dengan hati-hati gelas-gelas itu
ditaruh di atas meja.
“Bapakmu benar
Rum. Apa yang kamu cari dengan meminta cerai? Kamu harus tahu caranya membalas
budi. Kamu harus ingat siapa kamu dan siapa Raden Mas Danudirjo. Kamu memang
sudah menjadi istterinya, tapi kamu harus selalu ingat dari mana kamu berasal.”
Orang tua Rumanti sangat menghargai keluarga
ningrat. Sehingga adanya kelas-kelas tertentu tersebut membuat mereka tidak
dapat melawan. Mereka hanya bisa “sendika
dawuh”, melakukan apa yang menjadi kehendak kalangan atas.
Perempuan Jogja tulen selalu mempunyai
sifat-sifat seperti Rumanti. Kesetiaan yang digambarkan oleh Rumanti seperti
memperlihatkan bahwa Perempuan Jogja itu
tertindas. Akan tetapi bukan itu. Pada bagian akhir buku tersebut ditulis bahwa
“Perempuan yang tetap tegar walau si
suami tidak setia. Perempuan yang tetap menjaga martabatnya sebagai isteri
meskipun sang suami lupa diri. Dialah perempuan yang memahami hak-haknya .
Perkasa dan tidak cengeng. Dialah perempuan yang memiliki definisi tersendiri
mengenai gender dan feminisme. Dialah perempuan Jogja,”
0 comments:
Post a Comment