Wednesday, 8 May 2019

Sosok Rumanti dalam Novel Perempuan Jogja

Standard
Sosok Rumanti dalam Perempuan Jogja

Perempuan Jogja ditulis oleh Achmad Munif, seorang penulis yang berasal dari Jawa Timur. Dalam cerpen tersebut terdapat satu tokoh yang digambarkan mirip dengan Achmad Munif. Tokoh tersebut adalah Ramadan. Mahasiswa Fakultas Filsafat UGM itu berasal dari Jawa Timur. Selain beraktivitas di kampus, kesibukan lain yang dilakukan Ramadan adalah menjadi seorang wartawan pada sebuah media masa di Yogyakarta. Hal tersebut sama halnya dengan Achmad Munif yang pernah menjadi seorang wartawan di Yogyakarta.
Novel Perempuan Jogja yang ditulis Achmad Munif berlatar kehidupan sosial budaya di Yogyakarta. Keluarga RM Sudarsono yang masih merupakan kerabat dekat keraton terdiri dari RM Sudarsono, RA Niken, RM Danudirjo, dan RA Indri. Dalam novel tersebut, penggambaran karakter perempuan Jogja sangat mendominasi. Tokoh yang menjadi sorotan utama pembaca adalah tokoh Rumanti. Seorang perempuan Jogja yang sederhana dan penurut itu harus merelakan dirinya dimadu oleh RM Danudirja. Ia rela dimadu dan tidak memberontak walaupun sebenarnya hatinya sangat sakit. Ketidakmmapuannya untuk memberontak pada Danu juga mengingat bahwa dia hanyalah seorang perempuan dari keluarga yang miskin. Latar belakang tersebut menjadi faktor mengapa Rumanti tidak berani untuk menolak apabila Danu menikah lagi. Pernikahan yang terjadi dengan RM Danudirja tidak dilandasi dengan rasa cinta Danu kepada Rumanti. Danu menikah dengan Rumanti karena saat itu Danu sedang frustasi. Mantan pacar Danu yang amat dicintainya, yaitu Norma, pergi meninggalkan Danu dan menikah dengan orang lain. Akhirnya, RM Sudarsono dan RA Niken, orang tua Danu, menikahkan Danu dengan Rumanti. RM Sudarsono dan RA Niken memang merupakan kerabat keraton, dalam hal ini berarti mereka adalah seorang priyayi. Akan tetapi, keduanya tidak memandang Rumanti sebagai perempuan miskin yang tak layak menikah dengan anaknya yang seorang priyayi. Menurut mereka, miskin dan kaya tidak menjadi masalah. Harapan mereka, sosok Rumanti yang pengertian dan penyabar dapat menyembuhkan Danu pada masa-masa frustasi.
Rumanti merupakan tokoh yang paling disoroti untuk dijadikan sebagai bahan kritik sastra feminis. Walaupun Rumanti dikhianati oleh suami sendiri ia tetap bertahan dengan sifatnya yang penyabar, ikhlas, adem ayem. Ia juga tidak memberontak atau melawan ketika Danu memutuskan untuk menikah lagi. Hal tersebut dikutip pada bagian saat Indri, adik Danu sedang berbincang-bincang dengan Rumanti untuk mengutarakan ketidaksetujuan Indri apabila Danu menikah lagi. Pernyataan tersebut dijawab oleh Rumanti, “Bagi saya hidup ini adil kok, Dik. Adil, karena Mbak selalu teringat dari mana asal Mbak. Mas Danu telah mengangkat derajat, Mbak, memberikan kesenangan hidup, memberikan dua anak yang baik. Kalau toh, kemudian Mas-mu menikah lagi dengan Norma bagi saya hidup masih tetap adil.”
Akan tetapi, perempuan mana yang tidak sakit apabila suaminya menikah lagi. Rumanti juga sempat mengeluh hal tersebut kepada kedua orang tua Rumanti. Namun, orang tua Rumanti tetap menyarankan Rumanti untuk menjadi seorang istri yang setia.
“Rasanya sakit sekali, Pak.”
“Memang sakit. Bapak bias ikut merasakannya. Tapi kamu jangan minta cerai, Nduk.”
Bu Prawiro dating dengan membawa baki berisi tiga gelas teh. Dengan hati-hati gelas-gelas itu ditaruh di atas meja.
“Bapakmu benar Rum. Apa yang kamu cari dengan meminta cerai? Kamu harus tahu caranya membalas budi. Kamu harus ingat siapa kamu dan siapa Raden Mas Danudirjo. Kamu memang sudah menjadi istterinya, tapi kamu harus selalu ingat dari mana kamu berasal.”
Orang tua Rumanti sangat menghargai keluarga ningrat. Sehingga adanya kelas-kelas tertentu tersebut membuat mereka tidak dapat melawan. Mereka hanya bisa “sendika dawuh”, melakukan apa yang menjadi kehendak kalangan atas.
Perempuan Jogja tulen selalu mempunyai sifat-sifat seperti Rumanti. Kesetiaan yang digambarkan oleh Rumanti seperti memperlihatkan bahwa Perempuan Jogja itu tertindas. Akan tetapi bukan itu. Pada bagian akhir buku tersebut ditulis bahwa “Perempuan yang tetap tegar walau si suami tidak setia. Perempuan yang tetap menjaga martabatnya sebagai isteri meskipun sang suami lupa diri. Dialah perempuan yang memahami hak-haknya . Perkasa dan tidak cengeng. Dialah perempuan yang memiliki definisi tersendiri mengenai gender dan feminisme. Dialah perempuan Jogja,”

0 comments:

Post a Comment